1. Penelitian Agama
Penelitian (Research) adalah upaya sistematis dan objektif untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu, penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan. Pengetahuan manusia tumbuh dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga terdapat penemuan-penemuan, sehingga ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan masa lalu melalui penemuan-penemuan baru.
Sedangkan penelitian agama sendiri menjadikan agama sebagai objek penelitian yang sudah lama diperdebatkan. Harun nasution menunjukkan pendapat yang menyatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sosial, dan kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ahmad Syafi’i Mufid. Beliau menjelaskan bahwa agama sebagai objek penelitian pernah menjadi bahan perdebatan, karena agama merupakan sesuatu yang transenden. Agamawan cenderung berkeyakinan bahwa agama memiliki kebenaran mutlak sehingga tidak perlu diteliti.
Menurut Harun Nasution, agama mengandung dua kelompok ajaran. Pertama, ajaran dasar yang diwahyukan tuhan melalui rasul-Nya kepada masyarakat manusia. Ajaran dasar yang demikian terdapat dalam kitab-kitab suci. Ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci itu memerlukan penjelasan tentang arti dan cara pelaksanaannya. Penjelasan-penjelasan para pemuka atau pakar agama membentuk ajaran agama kelompok kedua.
Ajaran dasar agama, karena merupakan wahyu dari tuhan, bersifat absolut, mutlak benar, kekal, tidak berubah dan tidak bisa diubah. Sedangkan penjelasan ahli agama terhadap ajaran dasar agama, karena hanya merupakan penjelasan dan hasil pemikiran, tidak absolut, tidak mutlak benar, dan tidak kekal. Bentuk ajaran agama yang kedua ini bersifat relatif, nisbi, berubah, dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Para ilmuwan sendiri beranggapan bahwa agama juga merupakan objek kajian atau penelitian, karena agama merupakan bagian dari kehidupan sosial kultural. Jadi, penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu, melainkan meneliti manusia yang menghayati, meyakini, dan memperoleh pengaruh dari agama. Dengan kata lain, penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologi atau filosofi tetapi bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan sistem sosial berdasarkan fakta atau realitas sosial-kultural. Jadi, kata Ahmad Syafi’i Mufid, kita tidak mempertentangkan antara penelitian agama dengan penelitian sosial terhadap agama (Ahmad Syafi’i mufid dalam Affandi Mochtar). Dengan demikian kedudukan penelitian agama adalah sejajar dengan penelitian-penelitian lainnya, yang membedakannya hanyalah objek kajian yang ditelitinya.
Penulis tidak setuju, kalau penelitian agama betujuan bukan untuk meneliti kebenaran teologi atau filosofi tetapi bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan sistem sosial. Seandainya itu digunakan, maka kebenaran suatu agama akan diabaikan atau tidak mencari agama mana yang paling benar. Dan ini akan membuat agama islam disejajarkan dengan agama-agama yang lain. Karena penelitian ini hanya melihat dari sisi bagaimana suatu agama itu ada dalam kebudayaan masyarakat tertentu, misalnya mengapa ajaran tarekat mudah diterima dimasyarakat jawa, itu sebabnya karena masyarakat jawa masih banyak yang mempercayai akan benda-benda mistis dan kemampuan alam ghaib. Dan dalam penelitian agama yang seperti ini, kebudayaan-kebudayaan yang ada diberbagai masyarakat tidak disalahkan atau dibenarkan, hanya sekedar untuk mengetahui bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan masyarakat. Dan kalau dimasukkan kedalam agama islam, maka kebudayaan-kebudayaan yang seperti tarekat yang diterima di masyarakat jawa dan kiyai slamet yang sangat diagung-agungkan di masyarakat Jawa Tengah, khususnya Yogya, akan dianggap bahwa itulah ajaran islam.
Jadi pendapat Harun Nasution mengenai penjelasan-penjelasan tentang ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci oleh para pemuka atau pakar agama membetuk ajaran agama kelompok kedua bersifat nisbi, relatif dan dapat dirubah sesuai perkembangan zaman tidak sesuai dengan ajaran islam, sebagai contohnya Rasulallah menjelaskan tata cara shalat, sedangkan didalam kitab suci tidak diterangkan tata cara shalat, dan tata cara shalat ini sendiri bersifat qot’i/ tidak bisa dirubah. Kalau menurut Harun Nasution berarti penjelasan-penjelasan Rasulallah tentang tata cara shalat berarti bersifat nisbi dan dapat dirubah.
2. Model-Model Penelitian Keagamaan
Adapun model penelitian yang ditampilkan di sini disesuaikan dengan perbedaan antara penelitian agama dan penelitian keagamaan. Akan tetapi, disini dikutip karya Djamari mengenai metode sosiologi dalam kajian agama, yang secara tidak langsung memperlihatkan model-model penelitian agama melalui pendekatan sosiologis. Djamari, dosen pascasarjana IKIP Bandung, menjelaskan bahwa kajian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Yaitu:
1. Analisis Sejarah
Dalam hal ini, sejarah hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga, dan pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain.
Seperti halnya agama Islam, sejarah mencatat bahwa ia adalah agama yang diturunkan melalui Nabiya yaitu Muhammad Saw berdasarkan kitab sucinya yaitu Al-Qur’an yang ditulis dalam bahasa arab. Islam diturunkan bukan untuk satu bangsa saja melainkan untuk seluruh bangsa secara universal. Sedangkan agama lain ada yang hanya diturunkan untuk satu bangsa saja seperti yahudi untuk ras yahudi saja.
Pendekatan sejarah dalam memahami agama dapat membuktikan apakah agama itu masih tetap pada orisinalitasnya seperti ketika ia baru muncul atau sudah bergeser jauh dari prinsip-prinsip utamanya. Bila hal itu dihubungkan dengan agama islam maka ia dapat dimasukkan pada kategori agama yang bertahan konsisten dengan ajaran seperti pada masa awalnya.
Menurut ahli perbandingan agama seperti A. Mukti Ali, apabila kita ingin memahami sebuah agama maka kita harus mengidentifikasi lima aspek yaitu konsep ketuhanan, pembawa agama atau nabi, kitab suci, sejarah agama, dan tokoh-tokoh terkemuka agama tersebut.
Agama-agama dipandang dari segi sejarahnya.
- Analisis lintas budaya
Analisis lintas budaya bisa diartikan dengan ilmu antropologi, karena dilihat dari definisi antropologi sendiri secara sederhana dapat dikatakan bahwa antripologi mengkaji kebudayaan manusia.
Islam sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad saw sampai saatnya kini telah melalui berbagai dimensi budaya dan adat-istiadat. Masing-masing negeri memiliki corak budayanya masing-masing dalam mengekspresikan agamanya. Karena itu dari segi antropologi kita dapat memilah-milah mana bagian islam yang merupakan ajaran murni dan mana ajaran islam yang bercorak lokal budaya setempat.
- Eksperimen
Penelitian yang menggunakan eksperimen agak sulit dilakukan dalam penelitian agama. Namun, dalam beberapa hal,eksperimen dapat dilakukan dalam penelitian agama, misalnya untuk mengevaluasi perbedaan hasil belajar dari beberapa model pendidikan agama.
- Observasi partisipatif
Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks relegius. Baik diketahui atau tidak oleh orang yang sedang diobeservasi. Dan diantara kelebihannya yaitu memungkinkannya pengamatan simbolik antar anggota kelompok secara mendalam. Adapun kelemahannya yaitu terbatasnya data pada kemampuan observer.
- Riset survei dan analisis statistik
Penelitian survei dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview dengan sampel dari suatu populasi. Sampel bisa berupa organisasi keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa. Prosedur penelitian ini dinilai sangat berguna untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan tertentu dengan sikap sosial atau atribut keagamaan tertentu.
- Analisis isi
Dengan metode ini, peneliti mencoba mencari keterangan dari tema-tema agama, baik berupa tulisan, buku-bukukhotbah, doktrin maupun deklarasi teks, dan lainnya. Umpamanya sikap kelompok keagamaan dianalisis dari substansi ajaran kelompok tersebut
3. Model-model Penelitian Hukum Islam
a. Model Harun Nasution
Sesbagai guru besar dalam bidang Teologi dan Filsafat Islam penelitiannya dalam bidang hukun? Islam ini ia tuangkan secara ringkat dalam bukunya Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid II. Melalui penelitiannya secara ringkas terhadap berbagai hukum Islam dengan menggunakan pendekatan sejarah, Harun Nasution telah berhasil mendeskripsikan struktur ukum Islam secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-qur’an, latar belakang sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari sejak zaman Nabi sampai dengan sekarang, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada, berikut sumber hukum yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat.
Dengan membaca hasil penelitiannya itu pembaca akan memperoleh informasi tentang jumlah ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan hukum, yang jumlahnya 368 ayat, dan 228 ayat atau 3 1/5 persen merupakan ayat yang mengungkap soal kehidupan kemasyarakatan umat yakni ayat yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris dan sebagainya ayat-ayat mengenai perdagangan, perekonomian, jual beli, sewa-menyewa, pinjam meminjam, gadai, perseroan, kontrak, dan sebagainya ayat-ayat tentang kriminal, mengenai hubungan Islam dan bukan Islam, soal pengadilan, hubungan kaya dan miskin serta mengenai soal kenegaraan.
Harun Nasution melaporkan bahwa di periode Nabi segala persoalan dikembalikan kepada nabi untuk menyelesaikannya, Nabilah yang menjadi satu-satunya sumber hukum. Secara langsung pembuat hukum adalah Nabi, tetapi secara tidak langsung Tuhanlah pembuat hukum, karena hukum yang dikeluarkan Nabi bersumber pada wahyu, dari Tuhan. Nabi sebenarnya bertugas menyampaikan dan melaksanakan hukum yang telah diwahyukan kepadanya.
Dalam pendapat hukumnya Abu Hanifah dipengaruhi oleh perkembangan yang ada di Kufah yang letakmya jauh dari Madinah sebagai pusat kegiatan dakwah Rasulullah dan tempat tumbulnya Al-Sunnah. keadaan demikian Abu Hanifah banyak mempergunakan rasio sumber hukum Islam yang dia gunakan adalah Alquran, Al-Sunnah, Al-ra’yu, qiyas, istihsan dan syariat sebelum Islam yang masih sejalan dengan Al-qur’an dan Al-Sunnah. Mazhab ini sekarang banyak dianut di Turki, Suria. Afghanistan, Turkistan, dan India dan yang memakainva secara resmi adala Suria, Lebanon dan Mesir.
Sementara itu Imam Malik yang tinggal di Madinah sebagai pusat dakwah Rasulullah dan tempat beredarnya Hadist, serta masyarakatnya tidak semaju dibandingkan dengan masyarakat Kufah yang dihadapi Imam Malik nampak tidak sulit mendapatkan Hadist guna memecahkan berbagai masalah Untuk ini ia menggunakan sumber hukum berupa Alquran dan Sunnah.
Selanjutnya Imam Syaf’i yang pernah berguru pada Abu Hanifah dan pada Imam Malik serta pernah tinggal di berbagai kota seperti Kufah, Mesir, Madinah, dan Makkah tentu menghadapi permasalahan yang berlainan lagi, dalam kaitan pemecahan masalah.
Selanjutnya Ahmad Ibn Hambal yang lahir di Baghdad pada tahun 780 M. Dalam pemikiran hukumn Ahmad bin Hambal memakai lima sumber yaitu Alquran, sunnah, pendapat sahabat yang diketahui tidak mendapat tantangan dari sahabat lain, pendapat seorang atau beberapa sahabat, dengan syarat sesuai dengan Al-qur’an serta sunnah, hadis mursal, dan qiyas dalam keadaan terpaksa.
Jika berbagai sumber hukum Islam dari lima mazhab tersebut disatukan antara satu dan lainnya, maka sumber hukum Islam itu meliputi Alquran, hi-Hadis, pendapat para sahabat, qiyas, istihsan, maslahat al-ummah, dan sariat sebelum Islam.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa model penelitian hukum Islam yang digunakan Harun Nasution adalah penelitian eksploratif, deskriptif dengan menggunakan pendekatan kesejarahan. Interpretasi yang dilakukan atas data-data histotis tersebut selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya.
- Model Moel J. Coulson
Hasil penelitian itu dituangkan dalam tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang terbentukya hukum syariat, dan, yang di dalamnya dibahas tentang legalisasi Alqur’an, praktek hukum di abad pertama Islam, sebagai mazhab petama, lmam Al-Syaf’i, Bapak Yurisprudensi. Bagian kedua, berbicara tentang pemikiran dan praktek hukum Islam di abad pertengahan. Di dalamnya dibahas tentang, teori hukum klasik, antara kesatuan dan keragaman, darn aliran dalam sistem hukum, pemerintahan Islam dan hukum syari’at, masyarakat dan hukum syariat. Bagian ketiga, berbicara tentang hukum Islam dimasa modern yang di dalamnya dibahas tentang penyerapan hukum Eropa, hukum syariat kontemporer, taklid dan pembaharuan hukum serta neo ijtihad.
- Model Mohammad Atho Mudzhar
Hasil penelitian yang dituangkan dalam pendapat pertama mengemukakan tentang latar belakang dan karakteristik Islam di Indonesia serta pengaruhnya terhadap corak hukum Islam. Karakteristik tersebut dilihat dalam empat aspek, yaitu latar belakang kultur, doktrin teologi, struktur sosial, dan ideologi politik. Selanjutnya pada bagian ini juga dikemukakan tentang kondisi hukum Islam di Indonesia serta berbagai lembga yang memegang kekuasaan hukum tersebut mulai dari periode penjajahan sampai dengan periode Indonesia merdeka. Berbagai muatan pemikiran yang dikemukakan pada bagian pendahuluan ini digunakan sebagai alat untuk menganalisa herbagai produk yang dikeluarkan Majelis Ulama. Dengan demikian penelitian ini ingin melihat seberapa jauh latar belakang budaya, doktrin teologi, struktur sosial, dan ideologi politik yng dianut masyarakat dan pemerintah Indonnesia Majelis Ulama Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar